SHARE

Ilustrasi (Net)

CARAPANDANG.COM -  Anak mengalami keterlambatan bicara bukan hal yang biasa, tapi ini harus diwaspadai. Sebab jika ini dibiarkan bisa menjadi gangguan yang serius. 

Hal ini diingatkan oleh Spesialis Anak Semen Padang Hospital (SPH) dr Dhina Lydia Lestari, Sp. A, M. Biomed.

"Meski kemampuan berbicara atau berbahasa anak berbeda, namun kondisi terlambatnya bicara jika dibiarkan dan tidak ditangani dengan rujukan ahli bisa menjadi masalah serius pada anak," ujarnya di Padang, Sabtu (12/6). 

Dia menjelaskan keterlambatan bicara atau speech delay merupakan kegagalan dalam melakukan bicara berupa proses mekanik memproduksi suara pada anak dengan menggunakan bahasa, simbol dan sistem dalam komunikasi yang bersifat respektif dan ekspresif sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.

"Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan oleh National Centre for biotechnology Information, prevalensi gangguan speech delay pada anak berkisar 1 hingga 32 persen pada populasi normal," kata dia.

Maka itu, dia kembali mengingatkan agar tidak menganggap remeh anak yang terlambat bicara. Ini harus segera ditangani sehingga tidak mengakibatkan masalah ketika anak menginjak usia dewasa. 

Lebih lanjut dia menjelaskan organ yang terlibat pada mekanisme bicara adalah telinga, otak, mulut dan dada. Anak yang akan mengalami risiko keterlambatan bicara disebabkan oleh sejumlah faktor mulai dari riwayat kelahiran berupa asfiksia, prematur, icterus dan kelainan fisik

Kemudian riwayat keluarga berupa kelahiran rapat dan tinggi, pernikahan dalam keluarga, multilingual, perpisahan dengan anggota keluarga dan pengetahuan keluarga

Lalu kehilangan fungsi pendengaran, Otitis media menetap dan kejang. Berikutnya faktor lingkungan trauma, kebisingan, sosial ekonomi, stimulasi tidak kuat dan kurangnya nutrisi.

Selain itu keterlambatan bicara merupakan salah satu penyebab keterlambatan yang sering dijumpai. Penyebabnya sangat luas dan kompleks, sehingga perlu diketahui tanda-tandanya agar mudah mendeteksi terjadinya keterlambatan bicara.

Ia menjelaskan pada usia 0-6 bulan reaksi anak pada suara adalah tenang dan waspada, lalu mengarah ke sumber bunyi seperti mainan bersuara dan mengenal emosi dari nada bicara.

Pada usia: 6-12 bulan anak mengerti nama orang terdekat, mengenal panggilan, dan ekspresif. Memasuki usia 18-24 bulan anak mengikuti perintah dua langka, mendengarkan cerita dan 50 persen sudah bisa dimengerti.  Masuk usia: 2 - 3 tahun anak tahu nama benda , kalimat dan bisa bernyanyi.

Selanjutnya di usia 3 - 5 tahun tertarik mendengarkan cerita, menyebut nama, membedakan jenis kelamin dan kalimat lebih panjang.

Ia mengingatkan sejumlah hal yang harus diwaspadai orang tua adalah jika pada usia dua bulan anak tidak ada reaksi suara harus waspada.

Lalu usia 6 bulan tidak menoleh ke sumber bunyi, usia 10 bulan tidak respon terhadap panggilan, usia 12 bulan,  tidak meminta/menunjuk, dan usia 15 bulan tidak menyebut tiga kata spontan. “Dari tanda-tanda tersebut ibu harus mewaspadai sejak dini agar tidak terjadi keterlambatan bicara pada si kecil secara berkelanjutan,” ujarnya.

Untuk memastikan anak terkena speech delay atau tidak, maka perlu dilakukan pemeriksaan oleh dokter pada anak.

Pada awalnya dilakukan skrining pendengaran guna memastikan ada atau tidak adanya kelainan organ bicara atau anggota tubuh lain. Kemudian dilakukan juga test pendengaran dengan Oto Acustic Emission (OAE) dan atau Brain Evoked Respons auditory (BERA). Atau dapat juga dengan menggunakan instrument tes daya denganr (TTD) sesuai usia(Kemenkes 2014) “Jika memang ada indikasi tersebut, maka hal tersebut bisa disembuhkan bila segera dilakukan pemeriksaan dan bantuan terapi untuk speech delay,” ujarnya. 

Tags
SHARE