SHARE

Sebagai bangsa besar, Jokowi pembelajaran paling jitu yang harus terus dihidupkan dalam benak memori kolektif berbangsa.

Oleh Mujamin Jassin (kolumnis, storyteller dan pemerhati sosial politik)

CARAPANDANG -  Jokowi menaruh standar tinggi pada nilai-nilai kepemimpinan politik kita. Tapakan kemajuan yang dikerjakannya terukur, pembuktian pembangunan yang telah membuahkan keadaban (civility) kontribusinya telah bermanfaat bagi semesta nusantara, oleh kapanpun jaman tidak mungkin memungkirinya. Jokowi mematok harapan, cita-cita, gagasan meraih mimpi besar bangsa Indonesia emas.

Sebagai bangsa besar, Jokowi pembelajaran paling jitu yang harus terus dihidupkan dalam benak memori kolektif berbangsa. Kepahlawanan pengabdiannya menjadi bekal yang menumbuhkan kesadaran bagi nusa bangsa, hidup dalam dialektika publik, membawa spirit ilmu pengetahuan, mengembang dalam kebudayaan politik, dan membuka kesadaran manusia politik untuk semakin belajar membangkitkan bangsa.

Menggaris bawahi alasan sederhana untuk apa menghargai (apresiasi), melakukan refleksi tentang apa yang telah dicapai success storynya. Bukan buat tumpang tindih menyanjung, fanatisme pengkultusan terhadap Jokowi. Tetapi ini tentang Indonesia, kesinambungan dan masa depan 278 juta jiwa penduduk.

Para-para sepuh guru berpesan kepada muridnya, menyertai nahkoda yang melanjutkan cita-cita, mengendalikan arus pelayaran kapal negeri agar tidak terombang-ambing terbawa angin ke belahan mana, dan kemudian gagal berlabuh di dermaga. Pesan yang mengandung pemikiran strategis menata tradisi, memastikan transisi kepemimpinan nasional berestafet, serta bertransisi baik. Program pembangunan nasional memiliki progresifitas, dan kontinuitas. Jangan sampai agenda bangsa yang sudah tertata saban hari presiden berganti semua terhenti, nyungsep, negara yoyo bagai meteran pom bensin yang dimulai dari nol.

Mengilas baliknya, terlebih hanya saja saya tak ingin dalam kelaziman, setelah nanti usai purna tugas pengabdiannya baru akan merasakan betapa berharganya Jokowi. Mencarinya seseorang tetapi tidak mungkin lagi menemukannya. Sadar ketiadaannya setelah yang tulus benar-benar pergi, suatu ketika arifnya hanya sebuah romantika. Sebab yang menyedihkan atau yang tersial itu adalah penyesalan.

Berkontemplasi, mendalam merenungkan belajar khasanah kenegarawanan Jokowi. Bagaimana menembus definisi segala ketidakmungkinan yang dilakukan dan dicapainya. Jejak-jejak, warisan (legacy) kebajikan, dan keteladanan kepemimpinannya mendorong saya ikut terlibat mempelopori J-Generation sebagai simbol Jokowisme untuk menebus tugas sejarah sebagai generasi muda, menjaga keberlanjutan yang sudah dimulai Jokowi.

Sehingga teramat perlu segera hari baik Rabu petang lalu, memboyong sehelai pesan dari guru untuk mendapatkan tautan dimensi keistimewaan. Kita segera ke Yogyakarta, bukan pandawa dari Jakarta yang bermaksud ingin mereka-ulang peristiwa 1946-1948 yang memboyong semua petinggi negara untuk pindah kesana.

Tetapi karena Ngayogyakarta sebagai pusaka bangsa, kami ingin rasakan penuh jiwa ihwal kesejukannya, dan meraih ketentraman hati seperti makna yang dalam etimologi ayogya (kedamaian). Meresapi kemanunggalan tombak Kyai Wijoyo Mukti yang melambangkan kemenangan sejati (nikmat kemerdekaan) pada masa datang. Maka hari Minggu, 28/1/2024, di Pacific Hall Yogyakarta, mulai disini Jokowi Generation saya ikut mencatatkan sejarah, J-Generation dideklarasikan dan membangun konsolidasi spiritual. 

Halaman :
Tags
SHARE