SHARE

istimewa

CARAPANDANG - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami apresiasi dalam sepekan terakhir. Hal ini terjadi di tengah berbagai sentimen yang hadir sepanjang minggu ini.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat pada penutupan perdagangan Jumat (2/2/2024) sebesar 0,67%ke level Rp15.655/US$, sedangkan secara mingguan, rupiah terapresiasi 1,01%.

Penguatan yang terjadi pekan ini terjadi bertepatan setelah Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengadakan rapat berkala I tahun 2024. Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani; Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo; Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar; dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Purbaya Yudhi mengambil sejumlah kesimpulan mengenai kondisi perekonomian global dan Indonesia di tahun 2024.

Penguatan rupiah ini juga telah terjadi enam hari beruntun sejak 26 Januari 2024 dan merupakan posisi saat ini merupakan yang tertinggi sejak 23 Januari 2024.

Berdasarkan data transaksi Bank Indonesia (BI), tercatat investor asing melakukan aksi beli neto di pasar keuangan domestik sebesar Rp8,51 triliun terdiri dari beli neto Rp5,51 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp2,46 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp0,54 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Dengan kata lain, sepanjang 2024, berdasarkan data setelmen s.d. 1 Februari 2024, investor asing melakukan aksi beli neto Rp0,49 triliun di pasar SBN, beli neto Rp8,75 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp21,46 triliun di SRBI.

Hal tersebut terjadi di tengah sentimen positif dari data ekonomi dalam negeri, salah satunya yaitu inflasi yang terkendali dan berada dalam rentang target BI 2024 yakni 1,5-3,5%.

Pada pekan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi Indonesia melandai menjadi 2,57% (year on year/yoy) dan 0,04%(month to month/mtm) pada Januari 2024. Kelompok pangan masih menjadi penyumbang inflasi terbesar karena lonjakan harga beras, termasuk juga harga tomat.

BPS juga mencatat inflasi inti naik 1,68% yoy dan secara bulanan menanjak 0,2% (mtm). Sebagai catatan, inflasi Desember 2023 mencapai 0,415 (mtm) dan 2,61% (yoy) pada Desember 2023.

Inflasi Januari masih sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar. KonsensusCNBC Indonesiayang melibatkan 12 lembaga memperkirakan inflasi Januari 2024 akan mencapai 0,29% dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Hasil polling juga memperkirakan inflasi (yoy) akan berada di angka 2,53% pada bulan ini. Inflasi inti (yoy) diperkirakan mencapai 1,73%.

Tidak sampai disitu, aktivitas manufaktur di Indonesia pun tercatat masih ekspansif atau meningkat dari 52,2 menjadi 52,9 pada Januari 2024. Untuk diketahui, PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 29 bulan terakhir. PMI pada Januari adalah yang tertinggi dalam lima bulan terakhir.

"Data PMI Januari menggembirakan dan menunjukkan sinyal adanya perbaikan aktivitas sektor manufaktur. Pertumbuhan pesanan baru yang lebih cepat dibarengi dengan perbaikan kondisi pasokan membuat ekspansi produksi ada di fase tercepat dalam dua tahun," tutur Jingyi Pan, Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence, dikutip dari website resmi mereka.

Kedua data tersebut menjadi pendorong minat asing untuk kembali berinvestasi di Indonesia. dilansir cnbcindonesia.com

Tags
SHARE