SHARE

Komisioner KPAI, Retno Listyarti

CARAPANDANG.COM – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta negara hadir untuk melindungi anak-anak atau siswa dari pemaksaan menggunakan seragam dan atribut khas agama di sekolah.

Terkait hal ini, KPAI pun menyayangkan keputusan Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) atas uji materi yang membatalkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang di selenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

“Kita menghormati, namun tetap kita menyayangkan keputusan MA terkait hal ini,” kata komisioner KPAI, Retno Listyarti melalui rilis yang diterima, Sabtu (8/5/2021).

Terait dengan keputusan ini, KPAI mengaku tetap mendukung SKB 3 Menteri dengan pertimbangan bahwa SKB 3 Menteri tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang hanya berlau di lingkungan sekolah yang diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah sudah tepat.

“Karena peserta didik yang bersekolah di sekolah negeri berasal dari berbagai suku maupun agama yang berbeda, sehingga sangat tidak tepat jika di sekolah negeri mengatur ketentuan penggunaan seragam sekolah dengan didasarkan pada agama tertentu,” tutur Retno.

Selanjutnya, sambung Retno, penyelenggaran pendidikan di sekolah-sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah sudah seharusnya memperkuat nilai-nilai kebangsaan, persatuan dan kesatuan, serta tempat menyemai keragaman.

Sekolah negeri memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika, serta membangun dan memperkuat moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama yang dianut peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.

Kemudian, pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah (pemda) merupakan salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), di mana Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan di sekolah harus demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

“Poin ke-4, mendidik perilaku yang baik kepada anak-anak harus dilakukan dengan cara-cara yang baik dan didasarkan pada kesadaran dirinya bukan atas dasar paksaan, termasuk mendidik mengenakan jilbab atau menutup aurat. Kesadaran dibangun melalui proses dialog memberikan pengetahuan, memberikan kebebasan memutuskan dan orang dewasa di sekitar anak memberikan contoh (role model),” kata Retno.

Pada poin ke lima, KPAI sepakat bahwa anak perempuan seharusnya diberikan kebebasan dalam menentukan apa yang dikenakan. Ketentuan dalam SKB 3 Menteri ini secara prinsip mengatur bahwa peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

“Dengan kata lain, hak untuk memakai atribut keagamaan merupakan wilayah individual. Individu yang dimaksud adalah guru, murid, dan orang tua, bukan keputusan sekolah negeri tersebut,” jelasnya.

SKB 3 Menteri ini, kata Retno, sudah sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dan sejalan dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dimana ketentuan SKB menjamin bahwa Pemerintah Daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

“Artinya peserta didik maupun pendidik yang sudah mengenakan jilbab karena kesadaran dan keinginannya sendiri dapat menggunakan jilbab. Bagi yang belum siap mengenakan atau tidak bersedia mengenakan jilbab juga diperbolehkan,”terangnya.

KPAI menilai ketentuan SKB 3 Menteri yang tidak mewajibkan dan tidak melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama sejalan dengan prinsip “kepentingan terbaik bagi anak” sebagaimana diamanatkan dalam Kovensi Hak Anak (KHA). Kebijakan ini akan sangat berdampak positif bagi tumbuh kembang anak, terutama anak-anak perempuan, baik secara fisik maupun mental.

Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut, KPAI mendorong Negara dalam hal ini Kemdikbudristek, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri untuk terus mencari jalan lain demi melindungi anak-anak perempuan Indonesia dari pemaksaan maupun pelarangan mengenakan seragam  sekolah dan atribut kekhasan agama  di Sekolah-sekolah  Negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.